Sumber: https://iyakan.com/kegiatan-seru-wakatobi/4035
Sebuah permukiman Suku Bajo yang masih tradisional terdapat di Desa Bangko, Kecamatan Maginti, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Desa ini berada di sebelah barat Pulau Muna, yang secara administratif wilayahnya mencakup daratan dan lautan. Permukiman di Desa Bangko dibangun diatas laut, yang berjarak kurang lebih 600 meter dari mainland (pulau Muna), sehingga nampak seolah-olah sebagai permukiman terapung. Diantara banyaknya permukiman Suku Bajo di Sulawesi Tenggara, Desa Bangko merupakan salah satu desa Suku Bajo yang masih tetap mempertahankan tradisi bermukim diatas laut hingga saat ini, sementara permukiman Suku Bajo lainnya pada umumnya telah tinggal menetap di tepi pantai atau sudah membangun rumah diatas daratan.
Terciptanya bentuk arsitektur rumah Bajo dilatarbelakangi oleh suatu budaya, yaitu Budaya Appabolang. Dimana dalam budaya ini, terdapat prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam pembuatan rumah Bajo.
• Ulu ( Kepala )
Sebagai tempat yang teratas karena melambangkan kesucian.
• Watang ( Badan )
Melambangkan suatu penghidupan sejati yang harus dilindungi.
• Aje ( Kaki )
Merupakan tempat kotor yang dipenuhi oleh roh jahat yang berfungsi untuk melindungi watang.
Budaya pada latar belakang berdirinya rumah Bajo tak hanya berhenti pada prinsip dan esensi dalam membangun rumah. Mereka mempunyai upacara Mapatettong Bola, upacara ini adalah suatu acara yang berarti mendirikan rumah. Sudah menjadi kepercayaan masyarakat Bajo dalam mendirikan rumah harus berhati-hati. Mereka meyakini adanya waktu dan hari baik untuk dapat membangun setiap elemen dari rumah Bajo.
Arah horizontal ditandai dengan Lego-Lego atau Paselo, yang berarti teras; Watangpola yang berarti badan rumah; dan Dapureng, yang berarti dapur. Badan rumah sebagai penghidupan sejati harus dilindungi dan ditempatkan di tengah. Pada badan rumah harus ada Pocci Bola, yang berarti pusar rumah, yang berfungsi sebagai tempat tempat berkumpul keluarga dan di setiap malam Jum’at diadakan upacara doa-doa dan pembakaran kemenyan agar keluarga terhindar dari malapetaka.
Suku Bajo percaya bahwa barat merupakan arah kiblat yang harus disucikan, tidak boleh ditempatkan sebagai area rumah yang jorok, seperti toilet. Serta penggunaan jumlah anak tangga yang harus selalu ganjil. Mereka percaya jika ini dilanggar, akan mendatangkan musibah ataupun menyurutkan masuknya rezeki ke dalam rumah.
- Tiang
- Atap
(atap nipah).
- Dinding
Lantai
Lantai tidak memiliki pola khusus. Memiliki struktur yang terdiri atas batangan kayu utuh sebagai penyangga atau balok lantai. Papan kayu digunakan sebagai penutup bahan lantai. Sebelum papan digunakan sebagai penutup lantai, masyarakat Bajo menggunakan kayu nibong (sejenis pohon pinang) yang dibuat datar permukaannya. Dan barlah setelah itu mereka beralih menggunakan kayu posi-posi.